UU ITE dan Kebebasan Berpendapat di
Media Sosial
Pendahuluan
Di
era informasi seperti sekarang ini, kemajuan peradaban masyarakat sudah sangat
pesat. Perkembangan teknologi khususnya informasi dan komunikasi telah
melndorong perubahan-perubahan dalam masyarakat dimana aspek-aspek kehidupannya
tidak terlepas dari pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi. Internet
merupakan bentuk dari teknologi informasi dan komunikasi yang perkembangannya
sangat pesat. Internet telah memberikan kemudahan-kemudahan kepada masyarakat.
Melalui internet orang-orang dapat berkomunikasi satu dengan lainnya dengan
cepat dan tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Internet juga dapat dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan seperti bisnis dan pendidikan, serta penyaluran
aspirasi atau pendapat.
Dunia
internet telah memberikan kontribusi yang besar pada setiap masyarakat. Saat
ini pengguna internet mencapai tingkat yang cukup tinggi, hal ini dikarenakan
internet menyediakan berbagai macam informasi yang luas, serta memberikan
fitur-fitur yang dibutuhkan termasuk di dalamnya ruang interaksi terbuka bagi
penggunanya. Interaksi dan konektivitas dari banyak individu pengguna internet
sebagai media informasi dan komunikasi ini pada akhirnya memunculkan ruang
interaksi baru bagi warganegara yaitu dikenal dengan ruang publik di dunia
maya. Internet telah lama diidentifikasi sebagai agora (ruang publik dalam
budaya politik Yunani). Di dalamnya, pengguna menemukan cara baru untuk
berinteraksi dan mendiskusikan berbagai hal termasuk diantaranya ekonomi,
politik, sosial, bahkan gosip yang belum tentu benar. Konektifitas universal
memungkinkan internet dapat diakses oleh siapapun dan dimanapun.
Dewasa
ini internet juga dipakai sebagai sarana bagi masyarakat untuk mengungkapkan
dan menyalurkan aspirasi atau pendapatnya. Mayoritas dari pengguna internet
menggunakan media sosial seperti Facebook, Twitter, Blog pribadi, dan Youtube
sebagai media untuk menyampaikan pendapatnya. Namun tidak sedikit juga yang
menggunakan sarana lain seperti email, Blackberry Messenger, dan grup-grup
chatting lainnya. Media sosial memberi kesempatan seluas-luasnya kepada
jejaring sosial atau pada siapapun untuk berpendapat dan berekspresi. Lewat
kicauan di Twitter, status di Facebook, ataupun video di Youtube, pengguna
bebas menyatakan dan menulis apa saja yang mereka inginkan.
Akan
tetapi, kebebasan berpendapat dan berekspresi melalui internet dalam hal ini
media sosial bukannya tanpa batasan. Ancaman hukuman terhadap aktifitas di
media sosial tetap ada. Di Indonesia, keberadaan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Pasal 310 ayat 1 juga Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pada dasarnya menjadi rambu-rambu
dalam interaksi melalui media sosial.
UU
ITE mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan
internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada
UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui media
internet. Sementara dalam KUHP, khususnya Pasal 310 ayat (1), juga diatur
masalah pencemaran nama baik.
Khusus
untuk UU ITE, terutama pasal 27 ayat 3 saat ini menjadi sorotan. Pasal 27 ayat
(3) UU ITE ini dianggap telah mengekang kebebasan berpendapat dan berekspresi
melalui dunia maya. Sudah banyak orang yang terjerat oleh pasal tersebut. Pasal
ini memicu protes dari masyarakat dan aktivis karena dinilai membungkam
kebebasan berekspresi, termasuk di ranah internet. Mereka meminta pemerintah
untuk memperjelas makna yang multitafsir dari aturan itu. Pertanyaannya
kemudian, apakah UU ITE khususnya pasal 27 ayat 3 ini perlu direvisi? Apakah
ada solusi lainnya?
Tinjauan Pustaka
Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2008 dalam Pasal 1 mencantumkan pengertian dari Informasi
Elektronik yaitu suatu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy
atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang
telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
Dalam
ketentuan umum Pasal 1 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektornik disebutkan bahwa Transaksi Elektronik adalah perbuatan
hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer dan atau
media elektronik lainnya.
Kebebasan Berpendapat
Hak
untuk menyatakan pendapat terdapat dalam Deklarasi Universal HAM (DUHAM) PBB
yang dideklarasikan pada tanggal 10 Desember 1948, pada pasal 19 ditegaskan
bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, dalam
hal ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada pendapat tertentu tanpa
mendapatkan gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi
dan ide/gagasan melalui media apa saja tanpa ada batasan.”
Pasal kebebasan berpendapat dan berekspresi pada
DUHAM PBB tersebut kemudian diperkuat pada Resolusi Majelis Umum PBB tanggal 16
Desember 1966, melalui pasal 19 di dalam Kovenan (Kesepakatan) Internasional
tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Pasal 19 pada kesepakatan tersebut tertulis
sebagai berikut:
(1)
Setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan (pihak lain).
(2)
Setiap orang berhak atas kebebasan berekspresi; hak ini termasuk kebebasan
untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan ide/gagasan apapun,
terlepas dari pembatasan-pembatasan, baik secara lisan, tulisan, cetakan, dalam
bentuk karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.
(3)
Pelaksanaan hak-hak yang diicantumkan dalam ayat 2 pasal ini turut membawa
kewajiban dan tanggung jawab khusus. Oleh karenanya dapat dikenai pembatasan
tertentu, tetapi hal (pembatasan) ini hanya dapat dilakukan sesuai dengan hukum
dan sepanjang diperlukan untuk :
a)
Menghormati hak atau reputasi (nama baik) orang lain
b)
Melindungi keamanan nasional, ketertiban umum,
kesehatan ataupun moral umum/publik.
Di
Indonesia hak kebebasan berpendapat terdapat dalam UUD 1945 pasal 28F yaitu “Setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia.”
Media Sosial
Media
sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah
berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial,
wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk
media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.
Andreas
Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai "sebuah
kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan
teknologi Web 2.0 , dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran
user-generated content".
Pembahasan
Berlakunya
era informasi dalam kehidupan masyarakat Indonesia ditandai dengan menjamurnya
berbagai situs jejaring sosial, semakin terjangkaunya harga gadget dengan
teknologi mutakhir, dan kemudahan komunikasi antar individu melalui internet.
Media sosial merupakan salah satu sarana yang bisa dipakai untuk menyalurkan
kebebasan berpendapat dan berekspresi. Namun, selain kebebasan ada juga batasan dalam
bentuk regulasi atau peraturan sehingga kebebasan yang ada itu tidak
sebebas-bebasnya dan tentu ada tujuan dari peraturan itu yaitu supaya kebebasan
yang ada tidak merugikan orang lain. Misalnya, seseorang berkata buruk atau
mencemarkan nama baik seseorang, maka ia akan terjerat UU No. 11 Tahun 2008
tentang ITE.
Sejak
pertama diterapkan, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008, khususnya pasal 27 ayat 3
menjadi momok menakutkan untuk banyak pihak. Banyak yang menjulukinya sebagai
pasal karet. Umurnya memang baru sekitar 7 tahun, namun hingga tahun 2014 saja
sudah 74 kasus yang menggunakan UU tersebut sebagai dasarnya. Berdasarkan data
Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET) sebuah organisasi
nirlaba yang fokus mengamati kebebasan berekspresi di internet, sebagian besar
dari kasus itu terjadi pada tahun 2014, yaitu 39 kasus, sekitar 53% dari total
74 kasus. Jika dirata-rata, pada tahun 2014 berarti ada sekitar 4 kasus tiap
bulannya. Lokasinya sendiri tersebar dari Aceh hingga Sulawesi Selatan.
“Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik,”
demikian bunyi pasal tersebut. Hukumannya tidak tanggung-tanggung yaitu
maksimal 6 tahun penjara atau denda 1 miliar rupiah. Sudah banyak orang yang
dijerat dengan pasal ini karena komentarnya di media sosial. Beberapa kasus
terbaru misalnya kasus M Arsyad, Benny Handoko, Ervani, dan Fadli.
Arsyad
dijerat dengan pasal 27 ayat 3 UU ITE karena statusnya di BBM. Arsyad menulis
status di BBM- nya yang dianggap menghina seorang politikus. Kasus yang dialami
Arsyad ini termasuk unik karena dari beberapa orang yang pernah dijerat dengan
pasal 27 ayat 3, Arsyad adalah orang yang pertama menggunakan medium status
BBM. Korban lainnya lebih banyak karena isi twit, status facebook atau tulisan
di laman blog pribadi. Unik dan aneh karena BBM ranahnya jelas masih lebih
tertutup dibanding media sosial. Tapi UU ITE ternyata tidak pandang bulu, semua
yang menggunakan medium elektronik bisa terjerat pasal ini.
Kasus
lainnya menimpa Benny Handoko (Benhan), karena kicauannya di twitter ia divonis
bersalah oleh pengadilan. Benhan dinyatakan bersalah karena menulis komentar di
akun twitternya yang dianggap menghina dan mencemarkan nama baik seorang
politikus. Kasus pencemaran nama baik juga dialami oleh Ervani. Ervani dianggap
secara sah melakukan perbuatan tindak pidana karena menulis komentar di
facebook yang mencemarkan nama baik seseorang. Awalnya Ervani menulis komentar
melalui BBM, kemudian mengunggah status tersebut ke akun facebook miliknya.
Kasus
terakhir menimpa Fadli, seorang PNS di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Fadli
dijerat dengan pasal 27 ayat 3 UU ITE karena menulis komentar melalui grup
chatting Line yang dianggap menghina dan mencemarkan nama baik seseorang. Pada
grup chatting Line yang beranggotakan beberapa orang alumni salah satu SMU
Negeri di Gowa, Fadli menulis komentar yang bernada menuduh kepala daerah
setempat. Komentar Fadli itu kemudian menjadi masalah. Salah seorang anggota
dari grup tersebut meneruskan komentar yang ditulis Fadli kepada bupati yang
juga adalah atasannya. Komentar yang ada dalam grup tertutup dan tidak
seharusnya keluar ke publik itu akhirnya membuat sang bupati tersinggung dan
mengambil tindakan. Dalam perkembangannya, Fadli akhirnya mendapat sanksi administratif
berupa penurunan pangkat dan beberapa bulan kemudian menjalani proses hukum.
Dari
beberapa contoh kasus di atas dapat di lihat bahwa UU ITE khususnya pasal 27
ayat 3 telah menjadi ancaman yang menakutkan bagi para pengguna internet
terutama yang biasa berinteraksi melalui media sosial. Efek menakutkan atau
yang lebih dikenal dengan “chilling effect” bisa menimbulkan ketakutan kepada
masyarakat untuk berpendapat melalui media sosial. Sebagian pengguna internet
mulai berpikir dua kali sebelum memposting atau mengunggah sesuatu yang berbau
kritikan. Padahal media sosial bisa digunakan sebagai sarana untuk menyalurkan
aspirasi atau pendapat.
Sejatinya
UU ITE dibuat untuk mengatur tata kelola dan tata guna internet di Indonesia.
Tujuan utamanya adalah agar para pengguna internet tidak terjerumus ke dalam
hal-hal yang bersifat negatif dan melanggar etika serta norma-norma hukum. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa aturan ini
juga telah membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi di internet. Berbagai
pihak kemudian melihat perlu adanya perubahan terhadap pasal 27 ayat 3 UU ITE
ini, bahkan ada juga beberapa pihak yang meminta agar pasal ini dihapuskan
saja.
Perkembangan
media sosial yang begitu pesat telah mendorong interaksi di dunia maya semakin
meningkat. Hal ini juga berdampak pada akses masyarakat untuk menyalurkan
pendapatnya. Dengan kata lain bahwa media sosial membantu masyarakat dalam
menyalurkan pendapatnya. Namun, dengan catatan ada rambu-rambu atau
batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar. Bisa dibayangkan apabila interaksi
di media sosial tidak mempunyai aturan atau batasan, yang timbul adalah
kekacauan. Oleh karena itu, adanya UU ITE sangat penting untuk mengatur dan
melindungi aktifitas di internet. Kalaupun ada desakan dari berbagai pihak agar
UU ini direvisi itu juga tidak ada salahnya. Hal ini dikarenakan adanya
keprihatinan terhadap orang-orang yang telah dijerat dengan UU ini. Pemerintah
melalui Kemkominfo juga telah mengakui bahwa UU ITE punya peran yang sangat
besar dalam melindungi transaksi elektronik di Indonesia. Namun, ada juga efek
yang tidak baik dari UU ini. Menurut pemerintah, kelemahan dari UU ini adalah
dari aspek penerapannya sehingga muncul beberapa korban. Solusinya adalah perlu
adanya kordinasi dengan aparat penegak hukum dalam penerapannya. Solusi lainnya
adalah revisi UU dengan melibatkan multi stake holder atau semua pihak yang
sama-sama menggunakan internet untuk kepentingan mereka.
Ada
hal lain yang juga harus dipahami oleh para pengguna internet agar dapat
memanfaatkan internet secara sehat dan terhindar dari hal-hal yang dapat
merugikan diri mereka sendiri dan orang lain. Interaksi di media sosial adalah
interaksi dengan orang lain, sehingga ada kaidah atau norma-norma yang tidak
boleh dilanggar dalam hubungannya dengan
orang lain. Dalam dunia IT ada yang namanya cyber
ethics, yaitu nilai-nilai yang disepakati bersama untuk dipatuhi dalam
interaksi antar pengguna teknologi khususnya teknologi informasi. Jadi, ada
etika yang harus disepakati bersama dalam interaksi di internet sehingga tidak
menimbulkan efek negatif. Para pengguna internet dalam menyalurkan kebebasan
berpendapat dan berekspresinya melalui media sosial harus mengetahui etika atau
norma-norma yang ada sehingga tidak melanggar hak-hak orang lain.
Kesimpulan
Perkembangan
penggunaan internet telah memberikan pengaruh yang besar bagi masyarakat.
Internet telah menjadi alat yang sangat diperlukan untuk mempercepat
pembangunan dan kemajuan manusia, serta mewujudkan berbagai hak asasi manusia
termasuk kebebasan berpendapat dan berekspresi. Media sosial menjadi sarana
yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk menuangkan pikiran dan
uneg-unegnya. Akan tetapi, kebebasan berpendapat dan berekspresi bukannya tanpa
batas. Ada aturan atau norma-norma yang menjadi patokan dalam berinteraksi
melalui media sosial.
UU
No. 11 Tahun 2008 atau yang lebih dikenal dengan UU ITE hadir untuk mengatur
penggunaan dan pengelolaan internet di Indonesia. Namun, dalam penerapannya UU
ini malah menjadi momok yang menakutkan terutama bagi orang-orang yang suka
mengekspresikan pikirannya dalam bentuk kritikan. UU ITE terutama pasal 27 ayat
3 dianggap multitafsir dan bisa digunakan atau diinterpretasikan oleh siapa
saja untuk membunuh kebebasan berpendapat dan berekspresi di internet.
Sudah
banyak orang yang telah dijerat dengan pasal 27 ayat 3 UU ITE, sehingga hal ini
penting untuk menjadi perhatian baik dari kalangan masyarakat luas sebagai
pengguna internet maupun pemerintah sebagai pembuat regulasi. Perbaikan memang
sepertinya diperlukan agar UU ITE ini tidak lagi menjadi tembok penghalang
kebebasan berpendapat dan berekspresi di internet. Selain itu, koordinasi dan
sosialisasi harus lebih ditingkatkan. Partisipasi dan kesadaran masyarakat juga
sangat diperlukan. Masyarakat hendaknya menggunakan internet secara lebih sehat
dengan berpatokan pada norma-norma yang ada sehingga tidak merugikan diri
sendiri dan orang lain.
Referensi
http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20140901173359-192-2204/banyak-korban-pasal-27-uu-ite-perlu-diperjelas/
http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik
http://inet.detik.com/read/2015/02/03/160801/2822347/399/makan-korban-74-orang-menkominfo-uu-ite-tidak-salah
http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2013/09/29/media-digital-sebagai-ruang-publik-model-baru-594141.html
http://ronny-hukum.blogspot.com/2008/05/makna-di-balik-definisi-informasi_23.html
Disusun
oleh:
Marini
Ilyas
Meladia
S.W. Issak
Edi
Wijaya
Nashrullah